Jumat, 29 November 2013


Bentuk persaudaraan yang dianjurkan oleh Al Qur’an tidak hanya persaudaraan satu aqidah namun juga dengan warga masyrakat lain yang berbeda aqidah.
A.  Persaudaraan Sesama Muslim
Al Qur'an secara tegas menyatakan bahwa sesama orang mukmin adalah bersaudara, QS. Al Hujurat/ 49: 10 :
Yang artinya   :  “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Dalam surat Al Hujurat ayat 11 dan 12 berisi tentang
kode etik warga masyarakat muslim di antaranya adalah:
1.      Bahwa mereka tidak boleh saling melecehkan dan menghina karena boleh jadi yang dilecehkan itu lebih baik dari orang yang melecehkan.
2.      Sesama orang yang beriman tidak boleh saling berprasangka buruk dan meng ghibah
3.      Saling menolong
Dalam Al Qur'an Surat Al Anfal/ 8: 74
Yang artinya :  Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.
Salah satu alasan mengapa kaum muslimin harus meneguhkan tali persaudaraan adalah agar tidak terjadi fitnah dan kekacauan dalam masyarakat yang mereka bangun. Rasulullah saw bersabda yang artinya: Dari Abu Musa dan Rasulullah saw bersabda: Orang mukminbagi orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan sebagiannya memperkokoh (menolong) sebagian yang lain.

4.      Menegakkan Perdamaian
Apabila di antara sesama mukmin yang berselisih maka anggota masyarakat lainnya harus berusaha untuk mendamaikan mereka. Jika ada dua golongan dari orang mukmin berperang, orang-orang mukmin diperintahkan untuk menasehati, atau dengan ancaman atau sanksi hukum. Perlu digaris bawahi kepada orang-orang mukmin yang bertindak sebagai juru damai harus berlaku adil dan jujur terhadap kedua kelompok yang bertikai.

B.  Persaudaraan dan Kerukunan dengan Umat Non Muslim
Persaudaraan yang diperintahkan AL Qur’an tidak hanya tertuju kepada sesama muslim, namun juga kepada sesama warga masyarakat non muslim. Salah satu alasan yang dijelaskan Al Qur’an adalah bahwa manusia yang satu sama lain, karena mereka berasal dari sumber yang satu, QS. Al Hujurat/ 49: 13 :
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dari segi hakikat penciptaan, manusia tidak ada perbedaan. Manusia semuanya sama, diciptakan dari tanah, dari diri yang satu yakni Adam yang diciptakan dari tanag dan dari padanya diciptakan istrinya.
Asas dasar asal usul kejadian manusia adalah sama, maka tidak layak seseorang atau satu golongan merasa lebih dan membanggakan diri terhadap yang lain dan menghindanya.
Dengan persamaan tersebut sesama anggota masyarakat dapat melakukan kerjasama sekalipun terdapat perbedaan aqidah. Al Qur’an dan agama Islam pada umumnya memberikan kode etik dalam hubungan antar pemeluk agama. Beberapa kode etik itu adalah:
1.      Tidak Bertoleransi dalam Aqidah
Secara tegas diisyaratkan oleh Al Qur’an Surat Al Kafiruun/ 109, Kerukunan hidup antar pemeluk agama yang berbeda dalam masyarakat yang plural harus diperjuankan dengan catatan tidak mengorbankan aqidah. Kalimat yang secara tegas menunjukkan hal tersebut seperti terekam dalam Surat Al Kafiruun. “Bagimu agama mu (silahkan yakini dan amalkan) dan bagiku agamaku (biarkan aku yakini dan melaksanakannya). Masing-masing akan mempertanggungjawabkan pilihannya. Biarlah Allah nanti yang menjadi hakim yang adil di akhirat. Al Qur’an melarang kaum muslim mencerca Tuhan-Tuhan atau sembahan-sembahan non muslim.
2.      Tidak Menghina Simbol-Simbol Kesucian Agama Lain
Ayat yang secara tegas melarang hal ini adalah QS. Al An ‘aam/ 6: 108, yang artinya: “Dan janganlah kamu memaki-maki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, maka (akibatnya) mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami perindah bagi setiap umat amal mereka. Dia member tahu kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.
Larangan ayat ini bukan kepada hakikat Tuhan-Tuhan mereka, namun kepada penghinaan, karena penghinaan tidak menghasilkan sesuatu menyangkut kemaslahatan agama. Dengan berlandaskan kode etik di atas, Islam mendorong kaum muslimin untuk bekerja sama dengan pemeluk agama lain.
Bahwa dalam Al Qur’an sangat menghargai prinsip-prinsip pluralitas yang merupakan realita yang dikehendaki oleh Allah SWT. Prinsip pluralitas ini juga ditelusuri dalam ayat lain yaitu QS. Ar Ruum/ 22: 30, yang menyatakan bahwa perbedaan bahasa dan warna kulit manusia harus diterima sebagai kenyataan yang positif, yang merupakan salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah. Perbedaan tersebut tidak harus ditertentangkan sehingga harus ditakuti, melainkan harus menjadi titik tolak untuk berkompetisi menuju kebaikan.
Menyikapi fakta pluralita sosial tersebut, Islam melalui Al Qur’an menganjurkan agar umat Islam mengajak kepada komunitas yang lain (Yahudi dan Nasrani) untuk mencari suatu pandangan yang sama (Kalimatun Sawa), yang ditegaskan dalam Surat Al Imran/ 3: 64 yang artinya:
“Kataka hai ahli Al Kitab, marilah menuju kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan kita tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan yang lain sebagai Tuhan-Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim yang berserah diri (kepada Allah)


Wallahu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar