"Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad di jalan Allah dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar"
(QS. Al Hujurat (49) : 15)
Syahadatain atau dua kalimah syahadat
merupakan kalimat yang utama dan pertama yang harus diucapkan dan dipahami
apabila seseorang masuk Islam dan bagi seluruh umat Islam pada umumnya.
Syahadatain ini mengandung dua pengertian yang sangat mendasar yaitu bahwa
tiada Ilah selain Allah dan Muhammad SAW adalah Rasulullah.
Bagi seseorang yang mengucapkan kalimah
syahadat ini ada 3 syarat
yang diperlukan agar syahadatnya diterima oleh Allah
SWT yaitu : mengetahui ma’nanya dengan benar, membenarkan dengan
sungguh-sungguh di hati (tashdiq), dan ikhlas yakni mengerti apa yang dia
persaksikan dengan benar. Allah berfirman di dalam Al Qur’an :
"Maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada Ilah kecuali Allah" (QS. Muhammad(47)
: 19)
Juga di dalam surat Az Zukhruf ayat 86
Allah berfirman :
"Kecuali
mereka yang menyaksikan kebenaran dan mereka mengerti" (QS Az Zukhruf (43)
: 86)
Dua kalimah syahadat ini merupakan satu
kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Ini berarti bahwa apabila seseorang
bersaksi tiada Ilah selain Allah maka ia juga harus mempercayai bahwa Muhammad
SAW adalah pembawa risalah yang harus diikuti.
Ma’na Laa Ilaaha Illallah
Secara umum kalimat ini terdiri atas
dua bagian yaitu Laa Ilaaha (tiada Ilah) dan Illallah (selain Allah).
"Laa" yang terdapat pada kalimat "Laa Ilaaha Illallah"
adalah merupakan muruf nafi (penghilangan) yang menghilangkan segala jenis,
dalam hal ini yang di nafi-kan adalah
segala jenis Ilah. Illa adalah huruf istisna (pengecualian) yang mengecualikan
Allah dengan segala jenis Ilah yang di nafi-kan. Bentuk kalimat seperti ini
disebut kalimat manfi (negatif) lawan dari kalimat mutsabat (positif). Kata
Illa telah meng"itsbat"kan kalimat yang negatif (manfi). Dalam bahasa
Arab, itsbat setelah nafi mempunyai maksud membatasi (Al Hasru), dan taukid
(menguatkan). Dengan demikian ‘Laa Ilaaha Illallah’ berarti membuang seluruh
ilah dan illahllah berarti menetapkan Allah sebagai satu-satunya Ilah yang
sebenar-benarnya berhak di sembah. Oleh karena itu nafi (menghilangkan)
ilah-ilah yang ada harus disertai dengan itsbat (menetapkan) Allah sebagai ilah
yang tunggal dalam kehidupan. Jadi kedua hal itu tidak dapat dipisahkan.
"Ilah" di dalam bahasa Arab
memiliki akar kata alaha yang berarti antara lain : tenteram, lindungan, cinta,
dan sembah. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
"Orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah
bahwa hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram"(QS. Ar Ra’ad(13)
: 28)
"Adapun
orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah" (QS. Al Baqarah(2) :
165)
"Aku
berlindung kepada Allah bahwa aku termasuk golongan orang-orang yang
jahil" (QS. Al Baqarah(2) : 67)
Jika seseorang memperhambakan diri
terhadap sesuatu maka ia akan mengikutinya, memuliakan, mengagungkan, mematuhi
dan tunduk kepadanya serta bersedia mengorbankan kemerdekaan yang dimiliki.
Allah SWT adalah satu-satunya Yang Memiliki dan Yang Menguasai langit dan bumi
dan segala isinya.Oleh karena itu Dialah yang menciptakan (Al Khaliq), Yang
Memberi rizqi (Ar Raziq) dan Dia pula yang Mengelola (Al Mudabbir). Allah
Ta’ala adalah satu-satunya yang wajib di taati jadi Dialah yang menentukan
segala hukum dan segala aturan (Al Hakim), Yang Melindungi (Al Wali), dan Dia
lah yang menjadi tumpuan harapan dan kepada-Nya-lah ditujukan segala amalan (Al
Ghayah) dan pada puncaknya Dialah yang Maha disembah satu-satunya (Al Ma’bud)
Jadi dengan demikian maka kalimat Laa
Ilaaha Illallah mengandung beberapa pengertian sebagai yaitu : Laa khaliqa Illallah (Tiada Pencipta
kecuali Allah), Laa Raziqa Illallah
(Tiada Pemberi Rizqi kecuali Allah), Laa
Mudabbira Illallah (Tiada Pengelola kecuali Allah), Laa Hakima Illallah (Tiada Pembuat Hukum kecuali Allah), Laa Waliyya Illallah (Tiada Pelindung
kecuali Allah), Laa Ghayata Illallah
(Tiada Tujuan kecuali Allah), Laa Ma’buda
Illallah (Tiada Sesembahan kecuali Allah).
Di dalam Al Qur’an Allah berfirman :
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan)
: Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu....." (QS. An Nahl(16) :
36)
Thaghut adalah merupakan syaitan dan
apa saja yang disembah selain Allah SWT. Dari uraian diatas maka dapatlah
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Ilah adalah segala sesuatu yang
mendominasi dan menguasai diri kita. Maka Laa Ilaaha Illallah juga dapat
diartikan sebagai ‘Tiada segala sesuatu yang mendominasi diri kita selain
daripada kekuasaan Allah semata’. Sebagai suatu ilustrasi apabila seseorang
mendengar panggilan untuk beribadah kepada Allah tetapi dia tidak segera
menyambutnya hanya karena sesuatu hal yang bersifat duniawi maka baginya masih
terdapat suatu ilah selain Allah dan ia belum mengamalkan syahadatain dengan
sebenar-benarnya karena ia masih mendekati apa yang disebut dengan thaghut.
Ma’na Muhammadurrasulullah
Persaksian Laa Ilaaha Illallah diatas
tidak akan terwujud secara benar dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengikuti
petunjuk yang diberikan Rasulullah Muhammad SAW maka persaksian terhadap
kerasulan Nabi Muhammad SAW dijadikan sebagai salah satu dari dua kalimah
syahadat yang merupakan pintu gerbang untuk memasuki Dienul Islam. Rasulullah
merupakan contoh teladan yang utama bagi setiap muslim dan keteladanan ini
bersifat total baik secara vertikal kepada Allah yang berupa ibadah-ibadah
khusus maupun yang bersifat horisontal kepada sesama makhluk yang berupa
ibadah-ibadah yang bersifat umum. Hal ini difirmankan oleh Allah di dalam surat
Al Ahzab ayat 21 yaitu :
"Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah" (QS. Al Ahzab(33) : 21)
Dampak persaksian Syahadatain
Ma’na Syahadatain jika dipahami dengan
benar maka akan mendatangkan dampak yang positif bagi setiap pribadi muslim,
yang antara lain dapat diukur dari sikap yang lahir darinya yaitu cinta
(mahabbah) dan Ridho. Seorang muslim harus memberikan cintanya yang tertinggi
kepada Allah SWT kemudian kepada Rasulullah SAW dan berjihad di jalan Allah
SWT. Di dalam Al Qur’an Allah berfirman :
"Katakanlah
: ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
karugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusannya’. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq"
(QS At Taubah(9) : 24)
Jadi di dalam kehidupan seorang pribadi
muslim cinta pertama dan yang paling utama mestilah kepada Allah SWT, kamudian
kepada Rasulullah SAW dan jihad fi sabilillah di atas segala-galanya. Mencintai
anak, isteri, suami, keluarga, perniagaan, dan lain-lain yang bersifat duniawi
tidaklah dilarang tetapi diletakkan pada tataran cinta yang kedua, dan cinta
kepada segala sesuatu yang bersifat duniawi tidaklah boleh melebihi cintanya
kepada Allah, Rasul, dan Jihad fi sabilillah. Di dalam surat Al Baqarah ayat
165 Allah berfirman :
"Dan
diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah : mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah" (QS. Al
Baqarah(2) : 165).
Disamping itu setiap muslim harus ridha
dengan segala aturan dan keputusan Allah dan Rasul-Nya, ridha lahir bathin
tanpa ada sedikitpun rasa tidak puas di dalam dirinya.
Setiap muslim hendaknya ridha Allah
sebagai Rabb-Nya. Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul
yang diikutinya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw :
"Barangsiapa
mengatakan,’Aku Ridla Allah Rabbku, dan Islam agamaku, dan Muhammad Nabi
(Rasul) ku’ wajib baginya masuk surga" (HR. Abu Dawud)
Cinta dan ridho itu diwujudkan dengan
tha’at kepada Allah dan Rasul-Nya. ketha’atan ini sebagai bukti rasa cinta yang
mendalam sehingga mau melakukan apapun yang diperintahkan oleh yang dicintainya
dan meninggalkan apapun yang dilarang olehnya. Allah mengutus Rasul pada setiap
umat agar ditaati ajaran yang disampaikannya, untuk membawa manusia menuju
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Khatimah
Dengan demikian jelaslah bahwa
persaksian dua kalimah syahadat itu membawa dampak yang sangat baik bagi
seorang pribadi muslim. Seorang pribadi muslim akan selalu menyertakan Allah
SWT dan Rasulnya di dalam setiap tindakannya dan selalu mengembalikan segala
sesuatu yang terjadi hanya kepada kekuasaan Allah semata sehingga akan tercipta
seorang pribadi muslim yang kuat lahir dan bathin.
Disarikan oleh : Fajar Adi Kusumo
Sumber :
- PAI JS UGM, Meniti Jalan Islam
0 komentar:
Posting Komentar